ALKISAH Sultan murad I suatu ketika mengangkat soerang arsitek untuk mendirikan sebuah masjid untuknya. Sang arsitek merasa telah membangunkan sebuah masjid yang sangat unik untuk sultan, ketika raja datang datang untuk memeriksa masjid itu, ia merasa tidak puas dengan hasil kerjaan sang arsitek. Sang arsitek pun menanyakan pendapat sultan, namun sang sultan malah mencabut pedangnya dan memotong tangan kanan sang arsitek.
Hadiah yang tadinya dinantikan sang arsetik berujung malapetaka. Ia merasa sedih karena sultan memotong tanganya. Ia bertanya kepada beberapa ulama, berdasarkan syariat Islam, apakah sultan dibenarkan memotong tanganya. Ulama berkata bahwa tangan hanya dapat dipotong ketika sesorang mencuri dan apabila dia tidak melakukan kesalahan tersebut tanganya tidak dapat dipotong semata-mata karena pekerjaanya tidak disukai oleh sultan.
Akhirnya sang arsitek mengadukan sultan ke pengadilan. Dalam pengadilan qadhi menunjukkan bahwa penggugat tidak bersalah sehingga tanganya tidak boleh dipotong. Seorang sultan adalah penjaga syariat, ia tidak dibolehkan mengambil hukumnya sendiri untuk menindak seorang Muslim.
Setelah mendapatkan penjelasan secara terperinci tentang syariat. Sultan mengakui kesalahanya. Qadhi berkata, “Dalam hukum Islam, darah dibayar dengan darah dan nyawa dibayar dengan nyawa, merupakan prinsip Qisas. Hukum ini diberlakukan kepada semua orang, baik yang berkedudukan tinggi maupun berkedududkan rendah, baik budak maupun orang merdeka. Islam ditegakkan untuk menyempurnakan persamaan, dan darah raja tidak lebih baik daripada darah arsitek itu.”
Sultan menarik lengan bajunya kemudian berkata, “Inilah tangan yang dengannya aku telah memotong tangan sang arsitek. Anda boleh mengambil tangan ini untuk dipotong untuk memenuhi syariat Islam.”
Setelah sultan selesai berbicara, penggugat melangkah kedepan dan berkata, “Karena Sultan telah mengaku bersalah atas apa yang telah dikerjakannya, maka pengaduanku dicabut. Aku memaafkan raja dan tidak akan melakukan Qisas.”
Kisah ini adalah bukti bahwa syariat Islam adalah hukum yang benar – benar menegakkan keadilan secara penuh. Hukum yang tajam ke atas dan juga tajam ke bawah. Tidak ada sejarahnya syariat Islam menindas atau melecehkan hak orang lain.
Pernyataan yang menyebutkan bahwa jika syariat islam ditegakkan maka minoritas akan tertindas adalah fitnah besar yang nyata. Bisa jadi mereka yang bersuaralah yang ingin menjadi segelintir penguasa agar tetap dapat menindas kau minoritas. Mereka takut wewenangnya dicabut, dst. Jika keadilan syariat islam demikian nyata, kenapa harus takut untuk diterapkan?
Hanya orang – orang bodohlah yang tidak ingin keadilan yang penuh ini ditegakkan.
Apa yang terjadi jika syariat Islam tegak di negeri ini?
Ada yang bilang jika syariat Islam ini di berlakukan “minoritas akan tertindas, minoritas teraniaya, Indonesia yang plural ini akan tercerai berai.” Benarkah seperti itu? Apakah syariat Islam adalah sistem penindasan? Sistem yang memecah belah?
Andaikan orang mengetahui betapa indah dan adilnya Islam, barangkali orang akan berlari berebutan.
Rasulullah berkata, “Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka sungguh ia mengganggu saya, dan barangsiapa mengganggu saya, maka sungguh ia mengganggu Allah.” (Riwayat Thabarani)
“Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka saya adalah musuhnya, dan barangsiapa memusuhi saya, maka akan saya musuhinya nanti di hari kiamat.” (Riwayat al-Khatib)
Hadits lain mengatakan, “Barangsiapa berlaku zalim kepada seorang kafir ‘ahdi, atau mengurangi haknya, atau memberi beban melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu daripadanya dengan niat yang tidak baik, maka saya adalah pembelanya nanti di hari kiamat.” (Riwayat Abu Daud)
Ketiga hadist di atas membuktikan bahwa Islam sama sekali tidak mengajarkan sitem penindasan ataupun penganiayaan. Bahkan syariat Islam adalah satu – satunya agama yang memberikan perlidungan penuh kepada orang – orang yang memiliki kepercayaan berbeda , selama dia tidak menganggu umat Islam. Di mana Anda bisa menemukan agama indah dan seadil itu?

Posting Komentar