يا أيها النبي لم تحرم ما أحل الله لك تبتغي مرضات أزواجك والله غفور رحيم
Artinya : “Hai
Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya
bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. At-Tahriim:1)
Seperti halnya
Sayyidah Raihanah binti Zaid, Maria Al-Qibthiyah adalah budak
Rasulullah SAW yang kemudian beliau bebaskan dan beliau nikahi. Rasulullah
memperlakukan Maria sebagaimana beliau memperlakukan istri-istri
beliau yang lainnya. Abu Bakar dan Umar pun memperlakukan Maria
layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri Rasulullah
satu-satunya yang melahirkan seorang putra, Ibrahirn, setelah Khadijah.
A. Dari Mesir ke Yastrib
Tentang
nasab Maria, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama
lengkapnya adalah Maria binti Syama’un dan dilahirkan di dataran
tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku
Qibthi, dan ibunya adalah penganut agarna Masehi Romawi. Setelah dewasa,
bersarna saudara perempuannya, Sirin, Maria dipekerjakan pada Raja
Muqauqis.
Rasulullah SAW mengirim surat kepada Raja Muqauqis melalui Hatib bin Baltaah, rnenyeru
raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis menerima Hatib dengan hangat,
namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia mengirimkan
Maria, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta hadiah-hadiah
hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah perjalanan Hatib
rnerasakan kesedihan hati Maria karena harus rneninggalkan kampung
halamannya. Hatib rnenghibur mereka dengan menceritakan Rasulullah dan
Islam, kemudian mengajak mereka merneluk Islam. Mereka pun menerirna
ajakan tersebut.
Rasulullah
teläh menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya, dan betapa
terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu. Beliau
mengambil Maria untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya,
Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas
kehadiran orang Mesir yang cantik itu sehingga Rasulullah harus
menitipkan Maria di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah
rnasjid.
B. Ibrahim bin Muhammad SAW.
Allah
menghendaki Maria Al-Qibthiyah melahirkan seorang putra Rasulullah
setelah Khadijah r.a. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita
kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah,
Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.
Maria
mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat
istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah,
namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah SAW menjaga
kandungan istrinya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun
kedelapan hijrah, Maria melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah
memberinya nama Ibrahim,demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi,
Ibrahim a.s.. Lalu beliau memerdekakan Maria sepenuhnya. Kaum
muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah SAW. dengan gembira.
Akan
tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar,
suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa
cemburu sernakin tampak bersamaan dengan adanya pertemuan Rasulullah dengan Maria di rumah Hafshah,sedangkan Hafshah tidak berada di
rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu
Rasulullah rnengharamkan Maria atas diri beliau. Kaitannya dengan hal
itu, Allah SWT telah menegur lewat firman-Nya:
“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. At-Tahriim:1)
“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. At-Tahriim:1)
Siti Aisyah RA mengungkapkan rasa cemburunya kepada Maria, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Maria karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi karni.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”
Beberapa
orang dari kalangan golongan munafik menuduh Maria telah melahirkan
anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari
Mesir dan kemudian menjadi pelayan bagi Maria. Akan tetapi, Allah
membukakan kebenaran untuk diri Maria setelah Sayyidina Ali ra. menemui Maburi
dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki
yang telah dikebiri oleh raja.
Pada
usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga
meresahkan kedua orang tuanya. Maria bersama Sirin senantiasa
menunggui Ibrahim. Suatu malarn, ketika sakit Ibrahim bertambah parah,
dengan perasaan sedih Rasulullah SAW. bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke
rumah Maria. Ketika Ibrahim dalam keadaan sangat lemah, Rasulullah SAW.
bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim”..Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda,
“Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan penintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
“Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan penintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
Demikianlah keadaan Rasulullah SAW ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah SAW. mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.
C. Saat Wafatnya
Setelah
Rasulullah wafat, Maria hidup menyendiri dan menunjukkan hidupnya hanya
untuk beribadah kepada Allah. Maria Al-Qibthiyah wafat lima tahun setelah wafatnya
Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah
Sayyidah Maria al-Qibthiyah, kemudian dikebumikan di Baqi’. Semoga
Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah.
Aamiin....!!!
Posting Komentar