Sudah menit ke delapan puluh. Ketegangan kian merubung stadion
raksasa itu. Stamford Bridge, di ibu negeri yang sering disebut sebagai
nenek moyangnya sepakbola. London. The Blues Chelsea seperti berdiri di
tubir jurang. Hidup mati klub raksasa ini di Liga Champion ditentukan
dalam 10 menit tersisa.
Semburat ketegangan itu bisa direkam
dari raut muka. Dari sorot mata ribuan fans yang bersesak di situ. Ke
mana bola melesat, ke sanalah ribuan mata berlari. Jutaan penonton di
rumah juga begitu. Berdegup menuju akhir. Manis atau pahit harus
ditelan.
Lawan di lapangan memang tangguh. Paris Saint Germain
(PSG), klub raksasa dari negeri yang dalam sejarah politiknya menjadi
musuh bebuyutan negeri Pangeran Charles itu. Prancis. Seperti halnya
jutaan penonton di rumah, permintaan ribuan orang di stadion itu tak
banyak. Hanya satu gol. Tak lebih.
Pada ujung laga itu, pemain
belakang Chelsea, Tim Cahill, belum tamat harapan. Meski waktu terus
berderap ke menit 85. Dari wilayah pertahanan, dia melambungkan si
bundar ke kotak pertahanan lawan. Fernando Torres yang dituju.
Para
penonton seperti menahan helaan nafas. Tapi striker yang terkenal
cepat itu, kalah dengan laju bola. Sundulan bek PSG berhasil menghalau.
Bola bergulir ke tengah. Harapan itu kandas sudah.
Tapi tunggu dulu, bola sundulan itu jatuh ke kaki Samuel
Etoo. Pemain veteran ini mengolah si kulit bundar dan melesakan
tembakan. Ini peluang emas. Tapi upaya kedua ini mentok. Bola keluar
dari kotak penalti.
Meski bertanding dengan semangat super,
skuad Chelsea terengah-engah melawan waktu. Serangan susul menyusul.
Bola muntah Etoo kini disambar pemain anyar Chelsea, Alex. Melesakkan
tembakan dari luar kotak penalti, Alex ingin mengubah nasib. Tembakannya
tampak lemah. Dan tak ada yang yakin bola itu bisa menusuk jala.
Tapi
keajaiban datang dari pemain yang tidak disangka para juru gerbang
PSG. Demba Ba, penyerang Chelsea tengah berdiri bebas. Tak ada yang
mengawal, apalagi mengatup lubang ke gawang. Bola lemah Alex seolah
menjadi tipuan tak sengaja.
Demba Ba tak stabil. Badannya
linglung menahan beban bek PSG. Setengah badannya sudah begitu miring.
Namun ini kesempatan emas. Tak ada kata menyerah. Kaki kirinya masih
bisa mengayuh. Dengan sedikit dorong, Demba menendang bola itu.
Bergetarlah gawang PSG.
Gemuruhlah Stamford Bridge. Ketegangan
selama 87 menit berubah menjadi kebahagiaan tiada kira. Demba Ba
berlari kegirangan. Pinggir lapangan jadi tempatnya berpesta. Bukan
bergaya ayun tangan atau menari ala Roger Mila, Demba Ba bersujud
mencium rumput sebagai perayaan.
Selebrasi sujud syukur telah
menjadi ciri khas Demba Ba. Gawang tim manapun yang dibobolnya, Demba Ba
tak lupa bersujud. Kadang di tengah lapangan, namun lebih banyak di
sudut. Dekat sepak pojok. Seperti sedang shalat, lutut Demba Ba selalu
tertekuk di rumput hijau. Diikuti seluruh badannya. Bersujud.
*****
Cara
Demba Ba merayakan gol, ramai dibicarakan orang. Sebagai seorang Muslim
yang sholeh, Demba Ba seolah membawa pesan ke dalam lapangan. Bahwa
identitas muslim takkan pernah lepas, segirang apapun kemenangan itu.
Termasuk di lapangan hijau itu.
Dan Demba Ba bukan seorang diri.
Liga sepakbola ternama dunia, khususnya Eropa, perlahan-lahan mulai
diramaikan para pemain muslim. Bukan hanya Liga Primer Inggris. Puluhan
pesepakbola muslim kini bisa ditemukan di Bundesliga, Liga BBVA
Spanyol, bahkan liga di negara sekuler, Ligue 1 Perancis.
Siapa
tak kenal penyerang haus gol Real Madrid, Karem Benzema atau gelandang
bertahan Sami Khedira. Lihatlah dari tanah Jerman. Penggila sepakbola
dunia sudah lama dibuai gocekan maut Franck Ribery.
Jangan sebut
jumlah pesepakbola muslim di Tanah Inggris. Di Negeri Ratu Elizabeth
itu, puluhan pemuda muslim menyuguhkan aksi tiki-taka di lapangan hijau.
Di Manchester City saja kini bercokol pesepakbola muslim macam Samir
Nasri, Yaya Toure, Edin Dzeko, dan Basari Sagna.
Teranyar,
pesepakbola muslim kelahiran Turki Mesut Ozil menjajal atmosfir panas
Liga Primer Inggris. Dengan keahlian olah bolanya, Ozil bergabung dengan
Arsenal usai bermain di Liga Spanyol bersama Real Madrid.
Menjadi
pesepakbola profesional muslim di negeri non muslim tidak mudah. Gaya
hidup serba glamor para pesepakbola jadi penggoda iman paling besar.
Bahkan sebelum menjadi bintang, tantangan besar sudah dihadapi
pesepakbola muslim.
Kontrak dengan permintaan khusus jadi syarat
wajib klub pengontrak pemain muslim. Mulai dari makanan halal, kamar
mandi terpisah dari tim, hingga waktu khusus menjalankan shalat adalah
contohnya. Inilah klausal-klausal khusus yang tak boleh hilang.
Dan
godaan bagi pesepakbola muslim kian berat usai kontrak ditandatangani.
Tengok saja di Liga Inggris. Semua pemain terbaik di setiap pertandingan
Liga Utama Inggris akan dianugerahi sebotal sampanye.
Islam
sama sekali melarang alkohol. Tak heran jika pemain tengah Manchester
City, Yaya Toure, dengan halus menolak hadiah pemain terbarik tersebut.
Tak
cuma Yaya Toure, pemain utama Perancis juga menyimpan kisah yang takkan
pernah dilupakan soal urusan botol ini. Disiram minuman beralkohol
dalam perayaan kemenangan Bayern Munich menjadi kampiun Bundesliga,
Ribery marah besar.
Larut dalam perayaan juara Bundesliga
2012/2013, pemain FC Hollywood, Ribery murka usai segelas bir tumpah ke
tubuhnya hingga basah kuyup. Jerome Boateng tertawa lepas. Ribery
tertegun, wajahnya memerah. Berang.
"Saya sangat kesal. Saya
tidak akan bicara lagi dengan Boateng. Dia tahu agamaku (tapi dia tetap
menyiram bir ke badanku)," ujar Ribery ngambek usai bubaran pesta.
Sihir
sepakbola Eropa yang sanggup menyita perhatian penduduk seantero bumi,
juga tak lepas dari perhatian sejumlah perusahaan raksasa. Beratus
miliar rupiah rela dibenamkan demi menjadi sponsor utama. Targetnya,
logo perusahaan terpampang dalam kaos tim yang bertabur prestasi.
Dunia
bisnis sepak bola memang tak peduli asal muasal uang. Mensponsori
hajatan sepakbola atau klub adalah cara jitu memperkenalkan produk. Yang
pada ujungnya mendongkrak pendapatan. Dari perusahaan ternama dunia
hingga rumah judi ada di deretan kaos tim sepakbola.
Penetrasi
para sponsor itulah yang kerap kali menyulitkan para pemain muslim.Tim
dengan dukungan sponsor dari perusahaan judi membuat pesepakbola muslim
serba salah. Bagi para pemain ini, mempromosikan aktivitas yang
bertentangan dengan ajaran Islam tentu saja sulit dilakukan.
Djibril
Cisse, misalnya, mendesak untuk berbicara dengan manajemen Newcastle
United, usai mendapat sponsor dari perusahaan judi, Wonga.
Meski
banyak bersikap keras dan tegas, sebagian pesepakbola muslim Inggris
memilih langkah moderat terhadap terhadap kasus seperti ini. "Kami
adalah pemain dan hal ini adalah keputusan manajemen klub. Kami tak
dapat melakukan apapun soal ini, kami hanya menjalankan tugas kami,"
kata Kiper Wigan Athletic, Ali Al-Habsy.
Tantangan terbaru
terjadi di ajang Piala Dunia, Brasil, 2014. Di tengah suhu panas dan
jadwal pertandingan, pesepakbola muslim harus menjalankan puasa. Ya,
jadwal Piala Dunia yang dihelat beberapa bulan lalu itu, memang
bertepatan dengan Ramadan.
Dan para pemain muslim harus melewati
tantangan ini. Tidak boleh minum selama 18 jam dan diminta menunjukkan
penampilan terbaik selama 90 menit. Pertanyaan inilah yang terus menjadi
perdebatan selama World Cup berlangsung.
Toh, tantangan ini
tidak menjadi hambatan. Para pemain muslim tetap menjalankan puasa. Bagi
yang tidak, fatwa ulama dari negaranya telah menjamin keputusan tak
menjalankan puasa itu.
Dengan segenap tantangan itu, pesepakbola
muslim pada keramaian Liga Eropa seperti Demba Ba itu, telah menjelaskan
banyak hal.Mereka tidak dimabuk kemenangan. Para pemain muslim bertebaran di klub raksasa.Kemenangan bisa dirayakan dengan cara sederhana yaitu sujud
"syukur".
Posting Komentar