Bismillah..
Shoutussalam.com
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, ketahuilah bahwa telah lama umat
menantikan ibu yang mampu melahirkan pahlawan seperti Khalid bin Walid.
Agar kaulah yang mampu menjawab pertanyaan Anis Matta dalam Mencari
Pahlawan Indonesia: “Ataukah tak lagi ada wanita di negeri ini yang
mampu melahirkan pahlawan? Seperti wanita-wanita Arab yang tak lagi
mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid?”
Jika
suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Asma’ binti Abu Bakar
yang menjadi inspirasi dan mengobarkan motivasi anaknya untuk terus
berjuang melawan kezaliman. “Isy kariman au mut syahiidan! (Hiduplah
mulia, atau mati syahid!),” kata Asma’ kepada Abdullah bin Zubair. Maka
Ibnu Zubair pun terus bertahan dari gempuran Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi,
ia kokoh mempertahankan keimanan dan kemuliaan tanpa mau tunduk kepada
kezaliman. Hingga akhirnya Ibnu Zubair syahid. Namanya abadi dalam
sejarah syuhada’ dan kata-kata Asma’ abadi hingga kini.
Jika
suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Nuwair binti Malik yang
berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya.
Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun. Ia datang
membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut
perang badar. Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia
kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun sang ibu mampu
meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah
dengan potensinya yang lain. Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah
karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an.
Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena
ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.
Jika
suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah
yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat
Subuh berjamaah. Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk
karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai
ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab. Ia tidak
lain adalah Imam Ahmad.
Jika
suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang terus mendoakan
anaknya. Seperti Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus
mendoakan anaknya. Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan
untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya: “Ya Allah Tuhan
yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk
berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut
ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya
Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah
umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh
dengan ilmu yang berguna, amin!”. Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad
bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak
akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam
Syafi’i.
Jika
suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang menyemangati anaknya
untuk menggapai cita-cita. Seperti ibunya Abdurrahman. Sejak kecil ia
menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil
haram, dan ia pula yang menyemangati anaknya untuk mencapai cita-cita
itu. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu
adalah Imam Masjidil Haram…”, katanya memotivasi sang anak. “Wahai
Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu adalah imam masjidil haram…”, sang
ibu tak bosan-bosannya mengingatkan. Hingga akhirnya Abdurrahman
benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani.
Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena
setelah menjadi ulama, anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman
As-Sudais.
Jika
suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah orang yang pertama kali yakin
bahwa anakmu pasti sukses. Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada
anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan
“Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu. Ia menanamkan kesadaran
sekaligus kepercayaan diri. Diikuti keterampilan mendidik dan
membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya
doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima
Nobel bidang Kimia tahun 1999.
Posting Komentar