Asma’
masuk Islam bersama para perempuan yang lebih dahulu masuk Islam dari
kalangan Anshor melalui tangan Mush’ab bin Umair. Dia seorang wanita
suci yang ideal dalam iman, ilmu dan kesabaran, serta memiliki keutamaan
yang banyak. Ditambah lagi ia termasuk perempuan yang meriwayatkan
hadits Rasulullah saw.
Dia
termasuk perempuan yang berbaiat dan mujahidah yang hidup pada
permulaan Islam di Madinah. Kelebihan lain yang dimilikinya adalah
bahwasanya Asma’ binti Yazid merupakan seorang orator, singa podium dari
kalangan perempuan mukmin. Karenanya bukan suatu hal yang aneh jika ia
dipercaya menjadi delegasi atau wakil kaum perempuan dalam menyampaikan
permasalahan yang berhubungan dengan perempuan pada Rasulullah saw dalam
majelis syuro.
Asma’ pernah melontarkan sebuah pertanyaan yang mengundang decak kagum orang-orang yang mendengarnya. Sebuah pertanyaan yang dilandasi keimanan dan kerakusan untuk berbuat kebaikan semata demi keridhaan Allah, bukan karena dikuasai paham feministik yang memelihara rasa iri kepada laki-laki semata karena prestise yang materialistis. Kita simak kisahnya:
“Ya Rasulullah, aku mewakili kaumku untuk menanyakan kepada engkau. Bukankah Allah mengutus engkau untuk seluruh umat, baik laki-laki maupun perempuan. Kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Namun kami merasa diperlakukan tidak sama dengan kaum laki-laki. Kami adalah golongan yang serba terbatas dan terkurung. Kerja kami hanya menunggu rumah kalian (laki-laki), memelihara dan mengandung anak kalian dan tempat pemuas nafsu laki-laki (suami).
Asma’ pernah melontarkan sebuah pertanyaan yang mengundang decak kagum orang-orang yang mendengarnya. Sebuah pertanyaan yang dilandasi keimanan dan kerakusan untuk berbuat kebaikan semata demi keridhaan Allah, bukan karena dikuasai paham feministik yang memelihara rasa iri kepada laki-laki semata karena prestise yang materialistis. Kita simak kisahnya:
“Ya Rasulullah, aku mewakili kaumku untuk menanyakan kepada engkau. Bukankah Allah mengutus engkau untuk seluruh umat, baik laki-laki maupun perempuan. Kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Namun kami merasa diperlakukan tidak sama dengan kaum laki-laki. Kami adalah golongan yang serba terbatas dan terkurung. Kerja kami hanya menunggu rumah kalian (laki-laki), memelihara dan mengandung anak kalian dan tempat pemuas nafsu laki-laki (suami).
Kami
tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan seperti yang dilakukan
kaum laki-laki. Kami tidak berkesempatan untuk mendapatkan pahala shalat
Jum’at (karena memang tidak wajib), menengok orang sakit, mengantar dan
merawat jenazah, berhaji (kecuali disertai mahrom), dan amalan yang
paling utama jihad fî sabîlillâh. Ketika kalian pergi haji dan berjihad,
kami bertugas menjaga harta dan anak kalian, menjahit pakaian kalian.
Apakah mungkin dengan itu kami memperoleh pahala seperti amalan yang
kalian lakukan ?”
Mendengar pertanyaan demikian, Rasulullah saw kaget dan bangga seraya berkata kepada para shahabat yang lain,
“Pernahkah kalian mendengar pertanyaan yang lebih baik dalam soal agama selain dari perempuan ini?”
Para shahabat menjawab, “Ya Rasulullah, kami tidak menyangka dan berpikir bahwa perempuan itu akan bertanya sedemikian jauh. “
Maka Rasulullah bersabda, “Wahai
Asma’ kau pahamilah dan nanti sampaikanlah kepada kaummu. Kebaktian
kalian pada suami dan usaha mencai keridhoannya telah meliputi dan
menyamai semua yang dilakukan suami-suami kalian.”
Jawaban yang singkat namun padat dan bermakna tinggi. Jawaban yang memberikan ketenangan bagi kaum perempuan beriman, karena kekhawatiran mereka salah dalam melangkah atau lalai dalam menjalankan aturan Allah serta karena sangat lobanya mereka untuk mendapatkan pahala dari Allah swt. Asma’ pun dengan gembira segera pulang dan menyampaikan berita gembira tersebut pada kaum perempuan. Dan mereka menerima dengan senang hati, sami’na wa atha’na.
Asma’ adalah orang yang sangat haus akan ilmu. Ia senantiasa bertanya kepada Rasulullah tentang berbagai hal hingga kepada rinciannya, sehingga ia mendapatkan kejelasan tentang apapun yang ditanyakan dan tidak ada lagi masalah yang dianggapnya rumit dan tersamar.
Di antara keluhuran perangainya, Asma’ binti Yazid adalah dalam hal hafalan dan pemahamannya tentang hadist nabi. Ia meriwayatkan hadist sebanyak delapan puluh satu hadist . Ini menunjukkan bahwa Asma’ sangat memperhatikan ilmu dan iapun sangat rajin mengunjungi Rasulullah saw dan ummul mukminin untuk bertanya tentang Islam.
Keluarga Asma’ adalah keluarga mujahid. Ayahnya Yazid bin As-Sakan Al-Anshary dan pamannya Ziyad bin Sakan Al-Anshary, adalah dua pahlawan penunggang kuda yang menjual dirinya bagi Allah, hingga mereka mati syahid dalam perang Uhud.
Jawaban yang singkat namun padat dan bermakna tinggi. Jawaban yang memberikan ketenangan bagi kaum perempuan beriman, karena kekhawatiran mereka salah dalam melangkah atau lalai dalam menjalankan aturan Allah serta karena sangat lobanya mereka untuk mendapatkan pahala dari Allah swt. Asma’ pun dengan gembira segera pulang dan menyampaikan berita gembira tersebut pada kaum perempuan. Dan mereka menerima dengan senang hati, sami’na wa atha’na.
Asma’ adalah orang yang sangat haus akan ilmu. Ia senantiasa bertanya kepada Rasulullah tentang berbagai hal hingga kepada rinciannya, sehingga ia mendapatkan kejelasan tentang apapun yang ditanyakan dan tidak ada lagi masalah yang dianggapnya rumit dan tersamar.
Di antara keluhuran perangainya, Asma’ binti Yazid adalah dalam hal hafalan dan pemahamannya tentang hadist nabi. Ia meriwayatkan hadist sebanyak delapan puluh satu hadist . Ini menunjukkan bahwa Asma’ sangat memperhatikan ilmu dan iapun sangat rajin mengunjungi Rasulullah saw dan ummul mukminin untuk bertanya tentang Islam.
Keluarga Asma’ adalah keluarga mujahid. Ayahnya Yazid bin As-Sakan Al-Anshary dan pamannya Ziyad bin Sakan Al-Anshary, adalah dua pahlawan penunggang kuda yang menjual dirinya bagi Allah, hingga mereka mati syahid dalam perang Uhud.
Dalam
perang Khandaq, Asma’ binti Yazid mengirimkan makanan untuk nabi
Muhammad dan para shahabat, demikian pula dalam perang Khaibar dan
perang Yarmuk, ia memberi makan dan minum para prajurit yang kehausan
dan mengobati orang-orang yang terluka.
Di
samping itu, Asma’ bersama-sama dengan kaum perempuan bersiaga di garis
belakang sambil terus menyemangati para prajurit Muslimin, sehingga
jikapun ada prajurit yang mundur ke garis belakang, kaum perempuan
mengacung-acungkan kayu, sehingga prajurit Muslim yang berniat mundur
kembali maju dan memberikan perlawanannya kepada tentara Romawi.
Posting Komentar