Ketika cahaya iman mulai menerangi Makkah, dan sudah mulai terdengar pula kenabian baru oleh Ummu Syuraik, maka ia yang merasa tertarik dengan dakwah Rasulullah tersebut segera mencari tau dan terus mengikuti perkembangan yang ada. Tak lama, ia pun bergabung dalam bahtera iman bersama orang-orang terdahulu yang masuk Islam. Ia ikrarkan keislamannya di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alihi wasallam.
Tantangan Di Medan Perang
Wanita ini mempunyai andil besar dalam dakwah, terutama pada awal masa kemunculannya. Kecintaan dan keimanan yang membaja membuat Ummu Syuraik membaktikan hidupnya untuk mengibarkan panji-panji Islam. Keadaan dirinya yang hanya seorang perempuan tidak membuatnya terkungkung dan terhalang dalam dakwah, bahkan hal itu menjadi keuntungan baginya.
Dalam kesehariannya yang selalu bergaul, bertemu atau sengaja mengunjungi teman-teman wanitanya ke rumah mereka, diam-diam ia menyelipkan misi dakwahnya dengan halus. Ia mengajak wanita-wanita Quraisy untuk masuk Islam.
Ummu Syuraik menjalankan dakwahnya penuh semangat tanpa mengenal lelah, meski nanti akan mendapatkan resiko yang sangat besar, terutama dari pemuka-pemuka Quraisy yang sangat anti terhadap dakwah Islam. Namun, apapun yang dia hadapi, ia rela mempertaruhkan nyawa dan semua yang ia miliki demi dakwah dan kebenaran. Ancaman siksaan dan intimiasi terhadap keselamatan jiwa dan harta tak membuat Ummu Syuraik mundur dari medan dakwah. Baginya, iman bukanlah sekadar kalimat yang diucapkan lisan, tetapi pada hakikatnya iman memiliki konsekuensi, amanah yang mengandung kesabaran.
Demikianlah, hanya dalam beberapa bulan saja ia berdakwah, banyak sekali wanita Quraisy yang masuk Islam, sehingga dakwahnya itu tidak menjadi rahasia lagi di kalangan wanita. Ketika seorang laki-laki mendengar adik perempuannya telah masuk Islam, iapun memarahinya, sang adik menjawab, “Kenapa engkau memarahiku, tidakkah engkau tahu bahwa istimu juga telah masuk Islam?!”
Akhirnya gerakan Ummu Syuraik pun tercium oleh penduduk Makkah. Ia lalu ditangkap oleh kafir Quraisy. Lalu mereka berkata, “Kalaulah bukan karena kaummu, niscaya kami akan berbuat sesuka hati kepadamu atau langsung memenggal kepalamu. Akan tetapi kami akan menyerahkanmu kepada mereka.”
Ketika Ummu Syuraik ditangkap, suaminya tidak ada bersamanya. Suaminya yang bernama Abul Akr telah memeluk Islam sebelumnya dan ikut hijrah bersama Abu Hurairah dan beberapa orang dari suku Daus. Ia mengisahkan penangkapan yang dilakukan penduduk Makkah atas dirinya, “Maka datanglah keluarga Abu al-Akr, yakni keluarga suamiku, kepadaku. Kemudinn berkata, ‘Jangan-jangan engkau telah masuk ke dalam agama (Muhammad)?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, aku telah masuk agama Muhammad.’ Mereka berkata, ‘Demi Allah, kami akan menyiksamu dengan siksaan yang berat!’ Mereka pun membawaku pergi dari tempat tinggalku. Waktu itu kami berada di Dzil Khalashah -suatu tempat di Shan’a (ibukota Yaman). Mera membawaku menuju suatu tempat.”
Bantuan Allah pun Datang
Ummu Syuraik melanjutkan, “Mereka menaikkanku ke atas unta yang kasar tanpa pelana, kemudian mereka meninggalkanku tiga hari tiga malam tanpa makan dan minum, dan ketika berhenti mereka menurunkanku dan meletakkanku di bawah terik matahari, sedang mereka pergi berteduh. Selama itu mereka menahanku dari makan dan minum.
Suatu ketika, saat mereka menurunkanku di sebuah tempat di bawah terik matahari hingga pikiran, pendengaran dan pandanganku telah kabur seakan hampir pingsan, mereka berkata kepadaku, ‘Tinggalkan agamamu yang baru ini!’ Aku tidak mampu menangkap seluruh perkataan mereka, kecuali beberapa kata saja, dan aku hanya memberi isyarat dengan jariku ke langit sebagai ungkapan tauhid. Dan Demi Allah dalam keadaan yang demikian itu, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin di atas dadaku. Ketika kubuka mataku ternyata itu adalah sebuah ember yang berisi air. Aku pun meminumnya seteguk. Kemudian ember tersebut terangkat dan aku melihatnya menggantung antara langit dan bumi. Setelah itu ember tersebut menjulur kepadaku untuk kedua kalinya. Aku pun minum darinya kemudian terangkat lagi. Kemudian ember itu menjulur untuk ketiga kalinya. Aku pun minum darinya hingga kenyang dan aku guyurkan ke kepala, wajah serta bajuku.
Mereka terbangun dan melihatku seraya berkata, ‘Dari mana engkau mendapatkan air itu, apakah engkau mencuri air kami?!’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, tidak! Sesungguhnya ceritanya begini…’ Kemudian dengan jujur aku ceritakan kisahnya kepada mereka. Mereka berkata, ‘Baik, kami akan melihat ember kami, akan kami buktikan kebenaran agamamu itu.’ Mereka segera pergi menengok ember mereka dan mereka dapatkan bahwa ember tersebut masih tertutup rapat dan belum terbuka. Mereka bertanya keheranan, ‘Dari mana engkau mendapat air itu?’ Aku menjawab, ‘Rezeki dari Allah yang telah diberikan-Nya padaku.’ Mereka berkata, ‘Kami bersaksi bahwa Rabbmu yang memberimu rezeki itu juga adalah Rabb kami dan Dia pula yang telah mensyariatkan Islam.’ Setelah itu mereka semua masuk Islam dan hijrah ke Madinah.”
Tidak hanya sekali itu Allah memberi keutamaan terhadap Ummu Syuraik. Kejadian yang hampir sama pernah dialaminya ketika ia hendak hijrah ke Madinah. Ketika itu ia hendak mencari seseorang yang mau menemaninya dalam perjalanan. Maka seorang Yahudi menawarkan diri untuk menemaninya. Ummu Syuraik setuju. Ia terpaksa melakukannya karena saat itu tidak mudah mendapatkan teman atau orang yang dapat menjadi teman dalam perjalanan ke Madinah. (Di dalam kitab al-Ishabah dijelaskan bahwa Yahudi tersebut pergi bersama istrinya). Kemudian ia memintanya menunggu sebentar untuk mengisi air, akan tetapi lelaki itu melarangnya dengan alasan dia telah membawa bekal air. Berangkatlah mereka menuju Madinah. Setelah sore, mereka beristirahat. Yahudi itu turun dan membentang sufrah (alas makan) dan ia makan, kemudian ia berkata kepada Ummu Syuraik, “Wahai Ummu Syuraik, mari makan..!” Ummu Syuraik menjawab, “Beri aku minum, karena aku sangat haus dan aku tidak bisa makan sebelum minum.” Yahudi itu berkata, “Aku tidak akan memberimu minum sampai engkau menjadi seorang Yahudi.” Ummu Syuraik menjawab, “(Kalau begitu) tidak. Terima kasih, engkau telah mengasingkanku dan melarangku membawa air.” Ia berkata, “Aku tidak akan memberimu setetes air pun sampai menjadi Yahudi.” Ummu Syuraik dengan keras menjawab, “Tidak! demi Allah, aku tidak akan menjadi Yahudi selamanya setelah Allah menunjukiku kepada Islam.”
Lalu ia menaiki keledainya dan telungkup sambil memeluknya dan merebahkan kepalanya di leher keledai itu hingga tertidur. Ummu Syuraik mengatakan, “Aku terbangun ketika merasakan dinginnya ember yang ada di keningku. Aku angkat kepalaku, dan kulihat air yang sangat putih melebihi susu dan lebih manis dari madu. Aku meminumnya sampai hilang dahagaku, kemudian aku siram tempat minumku lalu mengisinya sampai penuh. Ember itu pun terangkat dariku sampai hilang di langit.” Pagi harinya, Yahudi itu heran melihat Ummu Syuraik dan tempat air minumnya yang basah. Ia bertanya, “Dari mana air ini? Dari langit?” Ummu Syuraik menjawab, “Ya demi Allah. Allah telah menurunkannya dari langit untukku.”
Menghibahkan Dirinya untuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
Tak lama setelah hijrah ke Madinah, suaminya pun meninggal. Setelah beberapa lama menjadi janda, Ummu Syuraik menawarkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi.
Aisyah yang merasa cemburu berkata kepada Ummu Syuraik, “Tidakkah seorang wanita merasa malu menghibahkan dirinya (untuk dinikahi)?” Mendengar kalimat Aisyah, Ummu Syuraik menjawab, “Ya, sayalah orangnya.” Kemudian Allah menyatakannya sebagai wanita mukminah melalui firman-Nya dalam QS. Al-Ahzab ayat 50.
Ketika ayat ini turun, Aisyah berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya Allah telah menanggapi keinginanmu dengan segera.” Ketika Nabi tidak menerima permintaannya, maka Ummu Syuraik tidak pernah menikah lagi sampai akhir hayatnya.
Semoga Allah meridhai dan mencurahkan rahmat-Nya kepada Ummu Syuraik, seorang wanita yang telah mengukir sebaik-baik contoh dalam berdakwah di jalan Allah. Keteguhan hatinya dalam memperjuangkan iman dan akidahnya saat menghadapi cobaan layak diteladani. Tidak pernah sedikit pun terlintas di hatinya untuk melepaskan akidahnya agar bisa menyelamatkan dirinya dari kebinasaan dan kematian. Dialah wanita yang karena keteguhan imannya dan kesabarannya menghadapi siksaan, dimuliakan Allah dengan memberikan petunjuk kepada kaumnya untuk memeluk Islam.
Hal itulah yang seharusnya menjadi orientasi setiap muslim dalam aktifitas jihadnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
… فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم
“…Demi Allah, jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran dirimu, maka hal itu lebih baik bagimu daripada onta merah.”
Wallahu a’lam bish shawab…
Posting Komentar