Aku hanyalah anak kecil seperti anak-anak lain di desa. Telah sabar
diananti bahkan sejak dalam kandungan Ibuku. Begitu dirindui
kedatanganku, padahal aku sebelumnya tidak pernah pergi kemana-mana.
Hari lahir tiba pecahlah haru bahagia, tumpah ruah bersama syukur pada
Tuhan atas kehadiranku.
Ibuku sering bilang baik kepada Ayah atau kepada para tetangga. Bahwa
kelak aku ini akan menjadi orang penting di sini. Aku akan menjadi
tumpuan segenap harapan dan masa depan bagi keluarga dan negaraku.
Itulah salah satu cara pengasuhan Ibu kepadaku. Ditanaminya benih-benih
harapan masa depan di kebun jiwaku.
Madrasah pertama di muka bumi adalah
pendidikan dari Ibu. Itulah yang aku alami disini, bersama anak-anak
lainnya. Ibulah yang pertama-tama mengenalkanku kepada Tuhan.
Diceritakannya bahwa Dialah yang menciptakan dunia, alam semesta, pohon,
air, awan, hingga menciptakannku. Aku dikenalkan juga kepada agama
kami, Islam, oleh Ibu juga awalnnya. Karena kemudian hari saya belajar
agama ini di tempat-tempat ma’had Al-Qur’an yang memang tersebar di
sekelilingku.
Ibu pernah bilang juga agar aku senantiasa bersama Al-qur’an.
Dimanapun itu, bahkan sebelum dan sesudah menjadi apapun. Ya, kata ibu
Al-Qur’an adalah yang akan menjadi ciri dari kami. Al-Qur’an juga yang
akan meninggakan derajat kami. Begitulah kata Ibu. Aku hanya bisa
percaya saja.
Al-Qur’an disini adalah seperti sebuah festival besar meski tidak
diramaikan di jalan-jalan. Setiap rumah pastilah bergema Al-Qur’an di
balik tembok rapuhnya. Mudah sekali menemukan tempat-tempat untuk
belajar dan mengajarkan Al-Qur’an. Dan jangan tanya lagi berapa
anak-anak yang hafal Al-Qur’an. Semua anak-anak di sini adalah para
penghafal Al-Qur’an. Itulah yang membedakan anak-anak disini dengan di
tempat lainnya.
Aku tidak banyak bercerita dengan Ayah, karena Ayah telah lama
meninggalkan aku dan Ibu. Saat itu aku masih kecil. Ibu bilang Ayah
harus pergi ke luar untuk menyelamatkan kami, dan negara kami. Aku ingat
terakhir kali sebelum Ayah pergi, Ayah menggunakan pakaian
kehormatannya, sebuah rompi barigade Izzuddin Al-Qosam. Dan sebelumnya
dia menciumku. Setelah itu Ibu menangis mendapat kabar kepergiannya.
Bukan menangis pilu apalagi ratapan. Ibu bilang, bahwa Ayah saat ini
sedang ‘hidup’ bersama bidadari di surga sana. Ibu bilang Ayah syahid.
Karenanya Ibu menangis.
Baru kusadari. Aku dibesarkan diantara desakan kegetiran perjuangan.
Desing-desing peluru dan deru roket adalah polusi suara kami. Tak akan
kami dengar bisingnya knalpot disni. Sejak kecil kami didik untuk tidak
takut sama semua itu. Itu tak ubahnay bagai mainan bagi kami. Setiap
tempat disini adalah medan juang, setiap waktunya adalah intifada.
Aku pun ingin syahid seperti Ayah. Karenanya saya giatkan masa kecil
saya bersama Al-Qur’an. Perlu kalin ketahui yang menjadi garda terdepan
perjuangan disini adalah mereka yang mencintai Al-qur’an di atas
lainnya. Al-Qur’an adalah senjata sekaligus tameng bagi kami. Disini
kita tidak bisa hidup tenang jiak tanpa Al-Qur’an, sebagaimana kalian
tidak bisa tenang jika tidak ada Video Game. Al-Qur’an adalah mainan
kami sampai kapanpun.
Sekarang bulan Ramadhan. Geliat Al-Qur’an berada pada
puncak-puncaknya. Bersiap-siaplah kami menanti wisuda akbar para
penghafal Al-Qur’an. Ribuan biasnya. Semuanya anak-anak penerus orang
tua kami. Karena itulah sumber kebahagiaan dan kebangaan keluarga di
sini.
Namun selalu saja Israel si pendengki itu mengusik kami di setiap
Ramadhan. Aku tidak pernah takut sama mereka, justru merekalah yang
takut sama anak-anak disini. Pengecutnya mereka hanya menyerang
sekolah-sekolah dan rumah sakit tempat para anak-anak. Padahal di
barisan depan telah siap siaga para pemudanya.
Roket-roket kembali mereka kirimkan pada kami. Satu hal yang biasa
bagi kami. Mereka menyerang langsung kepada kami pada anak-anak. Karena
mereka akan lari terbirit jika menghadapi kakak-kakak dan ayah-ayah
kami. Maka teman-temanku ada yang menjadi syahid padalah mereka adalah
anak-anak.
Apakah dengan itu aku jadi takut? Tentu tidak. Justru merekalah yang
semakin takut. Karena dengan itu aku ingin seperti teman-temanku menjadi
pahlawan bagi tanah titipan Allah ini. Sedaya apapun akan kami jaga
seutuhnya.
Yang mendengar kabar kami, kurang lebih seperti itulah nyatanya.
Dentuman-dentuman itu ada di dekat kami. Para anak-anak yang syahid itu
benar ada di depan mata kami. Kebengisan Israel itu ya seperti itu.
Kami masih bisa bertahan karena do’a kalian-kalian, saudara seiman.
Kalupun ada yang tidak seiman semua sama atas rasa kemanusiaan. Tak usah
jauh-jauh datang kemari. Bukan kami tidak butuh kalian, justru kami
membutuhkan kalian. Biarlah kami yang berjuang langsung menghadang
mereka.
Kalina bisa berjuang bersama kami dengan cerita kalian. Ya,
ceritakanlah kabar-kabar disini kepada semua orang yang bisa kalian
kabari. Sampaikan salam cinta kami. Kabarkan berita disni. Kami masih
berjuang, Israel si pengecut masih memuntahkan roket-roket kepada
anak-anak di sini.
Jangan jijik melihat darah ataupun melihat kondisi korban disini.
Justru sebarkanlah foto-foto itu kepada dunia. Bahwa itulah harga atas
perjuangan. Itulah bayaran untuk menebus surga-Nya. Itulah saksi atas
kebiadaban mereka. Saksi yang akan lantang berbicara tentang kebenaran
yang hakiki.
Logistik kami terbatas. Makanan buka disini hanya alakadarnya saja.
Tentu kami perlu bantuan untuk bertahan. Kami bukan bangsa pengemis dan
pengiba. Tetapi setiap sedekah yang kalian berikan akan berubah menjadi
senjata bagi kami. Dengan itupun kalian sebenarnya sedang berjuang
bersama kami
Do’a kan saja kami disini. Untuk mendapatkan kemuliaan dengan
kemenangan di medan jihad ini. Do’akan juga kami agar bisa syahid
segera. Do’akn kami juga agar nanti suatu saat kalian bisa hadir kemari
dengan aman dan nyaman. Yaitu saat kami menang. Dan semua tidak akan
usai sebelum kami benar mulia dengan kemenangan. Hanya dengan perjuangan
diantara teriakan takbir-takbir kami.
Kalian tahu setiap peluru itu sudah punya alamat masing-masing.
Itupun tidak akan pernah meleset. Mungkin ada namaku atau teman-temanku
disana. Kita tidak pernah tahu sama sekali. Namun kami sudah menulis
nama-nama di tangan kami. Jika peluru itu sudah menemukan namaku. Maka
jangan sulit cari namaku. Karena Gaza adalah namaku.
Posting Komentar