Diceritakan bahwa suatu ketika, Imam Syafi'i RA datang mengunjungi keluarga muridnya, yaitu Imam Hambali RA. Konon saat itu Imam Hambali RA memiliki seorang putri kecil yang sangat dikenal dengan keshalehannya, rajin mendirikan shalat malam, gemar menjalankan puasa sunnah dan senang mendengarkan kisah orang-orang shaleh. Maka tak heran jika putri Imam Hambali RA begitu gembira menyambut kunjungan Imam Syafi'i RA yang sudah lama dia kagumi, berdasarkan kisah-kisah tentang sang Imam yang sering diceritakan oleh ayahnya. Dan sudah tentu dia sangat tertarik untuk membuktikan sendiri keshalehan sang Imam, melalui prilaku dan kata-katanya langsung.

Setelah menyelesaikan santap malam, Imam Hambali pun menidrikan shalat dan melanjutkannya dengan dzikir malam. Sementara Imam Syafi'i berbaring dan disaksikan oleh si gadis kecil hingga fajar datang menyongsong.

Di pagi hari berikutnya, putri Imam Hambali mengadukan apa yang dia lihat dari sang Imam kepada ayahnya, "ayah, itu kah Sang Imam Syafi'i yang sering engkau ceritakan padaku?"

"iya, betul." Jawab sang ayah.

"aku dengar, ayah begitu sering mengagung-agungkan Imam Syafi'i. Tapi sayangnya, semua itu tidak terbukti berdasarkan pengamatanku tadi malam. Semalam, aku hanya dapat menyimpulkan tiga hal tentang sang Imam." Lanjut si gadis.

"apa itu?" tanya sang ayah.

"kesimpulanku begini; pertama: yang aku lihat, saat menikmati hidangan santap malam, Imam Syafi'i terlihat begitu banyak makan. Berbeda dengan kepribadian Imam Syafi;i yang sering aku dengar.

Kedua: lalu beliau langsung memasuki kamar tamu, dan saya lihat beliau tidak mendirikan shalat malam.

Ketiga: begitu waktu shubuh datang, beliau ikut shalat bersama kita tanpa berwhudlu terlebih dahulu".

Imam Hambali hanya tersenyum mendengarkan ocehan putri kecilnya.

Setelah mentari terbit, saat keluarga Imam Hambali dan tamu terhormatnya duduk bersama di meja makan untuk menikmati hidangan sarapan pagi, Imam Hambali melaporkan kepada Imam Syafi'i beberapa hasil penelitian yang baru saja dia terima dari putrinya tentang Sang Guru.

Mendengar hal tersebut, Sang Guru tersenyum sambil menjelaskan.
"Pertama: makanan halal yang dihidangkan oleh seorang dermawan dan shaleh itu adalah obat bagi jiwa dan raga. Maka aku menikmati hidangan ayahmu bukan karena aku lapar, tapi agar jiwa dan ragaku dapat terobati dengan berkah makanan ayahmu.

Kedua: saat berbaring di dalam kamar yang disediakan untuk para tamu, terlintas di benakku firman-firman Allah Swt dan sabda-sabda Rasulullah Saw. Saat itu juga, aku merangkai 72 permasalahan dan pembahasan Ilmu Fiqh, yang kemudian aku susun dengan rapi agar bermanfaat bagi Ummat. Kesibukan ini membuatku terhalang dari menunaikan shalat sunnat malam.

Ketiga: tentang solat shubuh tanpa wudlu. Sebenarnya, selama satu malam penuh, aku tidak dapat memejamkan mataku sama sekali. Sehingga wudlu shalat Isyaku masih tersisa hingga subuh. Oleh karena itu, saat adzan shubuh dikumandangkan, aku langsung keluar bersama kalian untuk menunaikan shalat fajar (shubuh), tanpa harus berwudlu lagi".

Beberapa saat kemudian, Imam Syafi'i pun pamit meninggalkan kediaman muridnya, disaksikan oleh Imam Hambali beserta keluarga. Sebelum bayangan Imam Syafi'i RA lenyap dikejauhan, Imam Hambali RA berujar pada putri kesayangannya, "kamu lihat, berbaringnya Imam Syafi'i jauh lebih bermanfaat dari pada berdirinya kita".

Posting Komentar