TARIK ulur soal penggunaan jilbab bagi Polisi Wanita
(Polwan) membuat energi bangsa kembali terbuang. Bagaimana tidak,
¨hanya¨ soal pakaian saja seantero negeri dipaksa perang urat syaraf.
Ini setelah gembranya berbagai lapisan masyarakat mendapat kabar sejuk
dari institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang membolehkan
anggota Polwan melaksanakan kewajiban syariatnya dengan menggunakan
jilbab.
Namun kabar ini mengagetkan semua orang, setelah dimentahkan oleh Telegram Rahasia (TR) mengatasnamakan Kapolri Jenderal Polisi Sutarman berisi ditundanya kebolehan jilbab Polwan sampai ada SK resmi.
Dalam Telegram Rahasia itu tertulis, 'Keputusan untuk menggunakan
jilbab ditunda sambil menunggu SK. "Padahal masyarakat sudah terlanjur
mengapresiasi positif pernyataan Kapolri soal kebolehan jilbab itu. Para
Polwan pun sudah ramai-ramai mengenakan penutup kepala. Gara-gara Polri
menelan ludahnya sendiri ini, umat Islam pun dibuat geregetan.
Muncul kekhawatiran, ada pihak-pihak tertentu yang berusaha
menggagalkan kebolehan jilbab ini. Indikasi ini mencuat menyusul
dualisme sikap dalam pimpinan puncak tubuh Polri. Ini setelah diketahui
bahwa Telegram Rahasia itu ditandatangani oleh Wakapolri Komjen
Oegroseno, bukan oleh Kapolri dengan alasan Kapolri saat itu sedang di
Papua.
Memang, Kapolri mengaku ia yang menginstruksikan Wakapolri untuk
menandatangani edaran itu. Anehnya, Oegroseno tidak pernah menyatakan
bahwa Kapolri yang memerintahkan hal itu. Ada apa ini? Tampaknya ada
gelagat tidak sejalannya komando dari pucuk pimpinan Polri ke bawahan.
Ketika Kapolri Jenderal Sutarman memberikan lampu hijau kebolehan
jilbab, seharusnya bawahan segera mengeluarkan edaran yang justru
menguatkan kebijakan fenomenal ini. Misalnya mengumumkan bahwa seluruh
Polwan Muslimah agar mengenakan jilbab. Bukan malah mementahkannya.
Kepada media massa, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur
Jenderal Ronny F Sompie mengatakan keluarnya TL karena ada beberapa hal
yang perlu diluruskan dari penggunaan jilbab oleh Polwan di seluruh
Polda. Mayoritas penggunaan jilbab tampak kurang beraturan. Jadi harus
ada aturan baku.
Masalah pakaian Polwan seharusnya tidak usah dibuat ribet dan
birokratis. Masalahnya, ini negeri Muslim terbesar di dunia. Muslimah di
negeri ini paling banyak sedunia. Adalah wajar jika jilbab menjadi
identitasnya. Maka, jadikanlah Polri ramah jilbab. Bukankah selama ini
juga begitu ramah terhadap rok mini atau celana ketat?
Sembari menunggu aturan detail berupa SK atau apalah bentuk
peraturannya, biarkanlah para Muslimah di Polri melaksanakan tugasnya
dengan tenang bersama jilbabnya. Ya, jilbab apa adanya sebagaimana yang
mereka pahami selama ini. Jilbab yang mereka punya dulu, sambil menunggu
seragam terbaru dibagikan. Lebih indah bukan?
Selain itu, jangan sampai Polri melakukan diskriminasi terhadap
pemeluk yang mayoritas. Padahal diskriminasi terhadap minoritas saja
sering dikecam. Tepislah kekhawatiran bahwa jilbab akan mengganggu
aktivitas Polwan dalam menjalankan tugasnya.
Sejauh ini, Polwan yang sudah menutup aurat seperti yang
diperlihatkan di Aceh, melaksanakan tugasnya baik-baik saja. Sebaliknya,
di balik jilbab itu terkandung amanah untuk melayani masyarakat dengan
lebih ramah.
Jilbab di tubuh Polwan akan mengangkat citra yang baik bagi Polri.
Citra Polri selama ini sudah babak-belur karena kerap dinobatkan sebagai
institusi paling korup. Biarkanlah jilbab menunjukkan karya nyatanya
bagi bumi pertiwi. Bahwa dengan jilbab tugas mengayomi dan melindungi
masyarakat terlaksana dengan baik. Yakinlah, memandang Polwan berjilbab
secara psikologis akan membuat hati lebih tenteram. Institusi Polri pun
akan lebih berkah.
Ingatlah, gelombang dukungan umat Islam terhadap jilbab Polwan sudah
tidak terbendung. Tidak akan terkalahkan oleh para penghadang yang
mencoba menggagalkan SK jilbab. Jika perlu tidak hanya SK, sampai
tingkat undang-undang tertinggipun pun umat akan memperjuangkan. Inilah
saatnya jilbab berkibar di nusantara.
Apakah untuk Shalat juga menunggu SK?
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa menutup aurat bagi
Muslimah itu wajib. Polri, institusi manapun dan siapapun pasti juga
sudah memahami hal ini. Berjilbab sama status wajibnya dengan perintah
shalat fardhu, puasa Ramadhan atau zakat. Kadar pahala dan dosanya setara dengan itu.
Artinya, jika ada Muslimah yang tidak shalat wajib, ia berdosa, sama berdosanya setiap ia menampakkan auratnya di tempat umum atau di depan lawan jenis bukan mahram nya. Jadi, kewajiban menutup aurat ini bukan masalah sepele. Ini harga mati dalam syariah.
Lebih dari itu, berhijab bukan semata hak asasi beragama yang dijamin
undang-undang negara, malah ini merupakan kewajiban yang dijamin Allah
Subhanahu wata’ala. Idealnya, Polri bukan saja membolehkan Polwan
berjilbab, malah harusnya mewajibkan.
Kedudukan hukum jilbab sama dengan shalat. Ini sama halnya dengan
bagaimana keputusan Polri soal pelaksanaan shalat 5 waktu. Apakah ketika
melaksaksanakan shalat bagi pemeluk Islam di institusi Polri masih
menunggu SK? Dan apakah Polri juga perlu waktu berdiskusi soal aturan
shalat 5 waktu? Hingga membiarkan anggota Polri yang penganut Islam
meninggalkan kewajiban syariat agamanya?
Jika benar, sungguh banyak anggota Polri perlu menanggung dosa akibat
kebijakan ini. Dan betapa besar dosa pucuk pimpinan Polri (khususnya
yang beragama Islam) ikut menanggung karena menghambat orang
melaksanakan kewajiban syariatnya.
Tidak hanya Polri, kemudahan pemeluk Islam dalam penggunakan jilbab
harusnya juga dilakukan di seluruh institusi di Negeri ini; termasuk
TNI, DPR, kepresidenan, berbagai kementerian dll. Semua seharusnya
merancang regulasi tentang memudahkan pemeluk Muslim yang wanita memakai
hijab/jilbab.
Kita berharap Polri menjadi institusi pelopor. Jika ini terjadi, nama
Polri akan semakin harum di tengah babak-belur citranya selama ini.
Masyarakat umum yang mayoritas Muslim ini, tentunya akan menyambut
baik aturan berjilbab ini, terlebih jika ada perlindungan hukum dari
institusinya dan negara.
Mumpung busana Muslimah kini sedang digemari. Mumpung berhijab sedang trendy.
Mumpung para Muslimah berhijab merasa naik gengsi dan mumpung hijab
diakui menaikkan harga diri Alangkah indahnya negeri muslim tercinta
ini. Jadi tunggu apalagi?
Oleh: Asri Supatmiati, S.Si (Penulis buku-buku Islam, salah satunya antologi ¨The True Hijab; Kisah Inspiratif Jilbaber Syarí¨)
Posting Komentar