Hari ini adalah sejarah untuk masa depan. Tonggak-tonggak perjuangan dan
perjalanan umat Islam masa kini menjadi lembaran-lembaran kisah yang
akan di kecap di masa depan. Perjuangan masa kini sesungguhnya hinggap
di bahu para pemuda. Meneruskan tongkat estafet perjuangan generasi
sebelum mereka. Namun pemuda, bukan tanpa isi. Para pemuda itu, tidak
bisa tidak, haruslah mengusung obor ilmu, guna menerangi kehidupan umat
Islam saat ini. Agar tidak menjerumuskan. Agar menegakkan keadilan
dengan ilmu. Bukan belitan hawa nafsu. Pemuda dan Intelektualitas inilah
yang akan menentukan jejak langkah kemudian.
Dua kata ini pula yang dipesankan oleh ulama besar kita,Buya Hamka.
Intelektual dan Muda yang menjadi penentu Islam di masa depan. Dalam
rubrik Dari Hati ke Hati di majalah Panji Masyarakat (1967-1981) beliau
mengatakan tentang peran Intelektual,
“Sudah pasti bahwa Umat Islam amat mengharapkan tenaga dan buah pikiran
dari cerdik pandai dan intelektualnya, agar sudilah kiranya turun dari
atas ‘singasana majun alam, tempat beliau bersemayam, mengorak sila,
melangkahkan kaki dating ke dalam pondok buruk kami, memimpin kami
mengajar kami’.
Beliau kemudian bercerita, dahulu saat awal-awal berdirinya Muhammadiyah
di Sumatera, organisasi ini kekurangan intelektualnya. Sehingga jika
ada seorang bekas pensiun KNIL yang pandai berbahasa Belanda atau
kerani-kerani (pegawai) dari perkebunan besar atau bekas kepala
pegadaian Negeri masuk ke Muhammadiyah, disambut dengan bangga. Sebab
mereka bisa bahasa Belanda. Kalau ada calon-calon pengurus Pimpinan
Pusat terdapat memakai title, baik DR atau Mr (SH), pasti mendapat suara
terbanyak, dan duduk dalam kepengurusan, mengalahkan kiyai besar tak
bertitel, walaupun kiyai tersebut mempelajari gerak Muhammad Abduh
dengan seksama. Padahal setelah duduk, kadang-kadang pengurus bertitel
tersebut tidak dapat hadir karena sibuk. Dan kalau hadir, mereka tidak
dapat mengikuti persoalan karena agama bukan bidang para pimpinan
tersebut. Tapi apa mau dikata, kemegahan titel tersebut sangat
diperlukan oleh kemegahan Muhammadiyah.
Buya Hamka kemudian melanjutkan, pada tahun 1924 beridirilah Jong
Islamieten Bond (JIB) atas prakarsa Haji Agus Salim. JIB diisi oleh
kalangan muda Islam yang mendapat didikan sekolah barat. Namun di JIB,
para anggota intinya memeperdalam pengertian dan amalan agama, sehingga
Islam tidak hanya menjadi pengetahuan, tetapi menjadi dasar dan
pandangan Hidup. Anggota JIB jumlahnya tidak sampai ribuan, namun dari
JIB inilah timbul pribadi-pribadi seperti Muhammad Natsir, Mohammad
Roem, Kasman Singodimejo, dan lain-lain.
Merekalah kelak yang mengisi bangsa ini dengan kepribadian Islam dan
memperjuangkan Islam di Indonesia. Tengoklah Muhammad Natsir, yang
menjdi pemimpin Masyumi dan sempat menjadi Perdana Menteri Indonesia,
atau Kasman Singodimejo yang menjadi Jaksa Agung RI. Mereka semua
akhirnya memperjuangkan Islam di Indonesia. Namun akibat dari
perjuangannya jua, dengan rela hati menerima segela konsekuensi,
kemelaratan pembuangan dan pengasingan. Menerima menjadi tumpah
kebencian orang banyak yang diindoktrinasikan supaya benci kepada
mereka. Pribadi-pribadi lulusan JIB ini kata Buya Hamka mampu untuk
menggerakan umat.
“Mereka telah dapat menggerakkan perjuangan Islam, yang mempunyai tidak
kurang daripada 14 juta pengikut, ditakuti oleh kawan dan lawan,
dipandang musuh besar paling berbahaya oleh komunis, dan terpaksa
dibubarkan secara diktator oleh Soekarno.”
“Pikirkanlah! Kalau 15 tahun yang lalu hanya sekitar 200 orang intelek
berjiwa Islam telah dapat menggerakkan tidak kurang dari 14 juta bangsa
Indonesia muslim, sekarang diseluruh Indonesia tidak kurang dari seribu
sarjana, seribu intelek yang keluar tiap tahun.”, lanjut Buya Hamka.
Intelektual menurut Buya Hamka memang menjadi penggerak, pendidik dan
dapat memberikan efek berganda bagi umat Islam. Intelektual harus juga
menjadi penghubung rakyat.
“Sebab itu hubunganmu tidak putus dengan umat. Kamu tidak lagi akan
menjadi sarjana yang duduk diatas singasana gading, memandang umat dan
kaumnya sebagai orang lain, dijadikan obyek penelitian, tidak merasakan
diri sebagai subyek bersama mereka,” jelas Buya Hamka.
Perjuangan Islam menurut Buya Hamka terletak dipundak angkatan muda
Islam. Perjuangan ini meminta tenaga muda yang bersemangat militan,
didorong oleh rasa cinta kepada agama. Menurut Buya Hamka,
“Mereka harus tegak menantang dan membendung propaganda paham
materialisme dan segala isme-isme (paham) baru yang diimpor dari barat
untuk menyebarkan rasa keragu-ragun atau melemahkan iman dalam Islam.”
Apa yang dihadapi saat ini memang tidak mudah. Yang sekarang terjadi
justru banyak pemuda-pemuda yang mengaku muslim, tapi malah
menghancurkan Islam dari dalam. Sesungguhnya ini bukan barang baru. Pada
masa Buya Hamka menulis ini pun, hal ini sudah menjadi tantangan bagi
umat Islam.
“Yang kerap kali dapat diperbudak oleh orang lain ialah pemuda-pemuda
yang sok tahu. Pemuda yang ditimpa penyakit rendah diri, mentang-mentang
sudah dibawa bergaul, dalam masyarakat yang agak “barat” sifatnya, dia
belum merasa progressif kalau belum turut bersorak mengatakan bahwa
Islam, harus pandai menyesuaikan kalau mau maju”, tegas Buya Hamka.
Bahkan beliau melanjutkan dengan mengecam mereka, “ Orang-orang yang
turut menyebarkan paham dalam masyarakat, yang akan mengakibatkan
kendornya rasa perjoangan, rasa jihad menegakkan cita Islam, bukan saja
menjadi pelopor membawa ke jalan kafir, bahkan itulah
pengkhianat-pengkhianat yang membawa nama Islam untuk menghancurkan
kekuatan Islam.”
Kekuatan Islam menurut Buya Hamka terletak pada aqidah Islam. Akidah
Islam yang menimbulkan akhlak Islam. Akidah pasti menegakkan akhlak.
Semata-mata ilmu pengetahuan saja, tanpa tegak atas aqidah tidaklah
menimbulkan akhlak. Buya Hamka begitu yakin bahwa aqidah-lah yang
membawa kemajuan,. Menurutnya,
“….suatu kemajuan, pembangunan, ketinggian dan martabat yang mulia
diantara bangsa-bangsa, bagi kita umat Islam tidaklah dapat dicapai
kalau tidak berdasar kepada akidah dan akhlak Islam!”
Demikianlah besarnya harapan Buya Hamka kepada intelektual dan angkatan
muda Islam. Semoga generasi saat ini dapat memenuhi pula pengharapan
tersebut. Jalan tersebut memang tak mudah, seperti yang diingatkan Buya
Hamka, “jalan rayanya memang tidak ditaburi kembang dan bunga serta
minyak cologner (pewangi).”
Selamat berjuang para Pemuda!!
Recent Posts
- Anonymous08 Jun 2015Belajar Dari Ke-romantisan & Ke-mesraan Rasulullah Terhadap Istrinya
Jika romantis itu identik dengan memberikan hadiah kepada pasangan, membahagiakan hati pasangan, s...
- Anonymous01 Jun 2015Sepak Bola Dalam Konsep Islam
Berbicara tentang Sepak Bola yang saat ini 'booming' di tengah masyarakat Indonesia. Terlebih deng...
- Anonymous09 May 2015Ketika Aku Sudah Tua
Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula. Mengertilah, bersabarlah sedikit terhadap aku. K...
- Anonymous09 May 2015Mendamba Pernikahan Yang Menyempurnakan Agama
Menikah bukan semata-mata karena cinta tetapi untuk menyempurnakan agama. Rasulullah SAW be...
- Anonymous07 May 2015Menerima Kekurangan Pasangan.
Kurang berarti tidak cukup, di bawah harapan, under standar. Namanya saja kurang, tak ada orang ya...
- Anonymous02 May 2015"Menunggu Jawaban Camer…( Lamaranmu Kutolak!! )"
Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya. Melalui ta’aruf yang sing...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar